Saya akan menuliskan jurnal dengan model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future). Model ini dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. Ada empat bagian yang akan saya tuliskan dalam refleksi ini.
FACT (PERISTIWA)
Pada modul 3.2 saya mempelajari Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya. Secara singkat dalam modul 3.2 ini dibahas bahwa sekolah kalau diibaratkan sebagai sebuah ekosistem. Ekosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu.Jika diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah: Murid, Kepala Sekolah, Guru, Staf/Tenaga, Kependidikan, Pengawas Sekolah, Orang Tua, Masyarakat sekitar sekolah, Yayasan, Dinas terkait, Pemerintah Daerah. Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah: Keuangan, Sarana dan prasarana, Lingkungan alam.
Pada modul 3.3 merupakan modul pamungkas dari seluruh proses pendidikan dan pelatihan guru penggerak. Pada modul ini saya mengawalinya dengan mulai dari diri sendiri, ekplorasi konsep, forum diskusi sesama CGP dan fasilitator. Dalam modul 3.3 dibahas tentang bagaimana menyusun sebuah program yang berdampak positif pada murid, cara menumbuhkan student agency (kepemimpinan murid) dengan suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid, lingkungan yang mendukung tumbuh kembang kepemimpinan murid, serta pentingnya melibatkan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid. Secara umum, saya dapat memahami dan mengimplementasikan materi yang saya pelajari dalam modul ini dengan baik. Meskipun ada beberapa materi masih belum saya kuasai terutama tentang lingkungan yang mendukung tumbuh kembang murid. Dalam forum diskusi dengan sesama CGP dan fasilitator saya mendapatkan masukan berharga untuk menemukan pemahaman yang baik tentang cara menyusun program yang berdampak pada murid. Awalnya memang sedikit bingung untuk memahami materi ini, tetapi saya berusaha untuk membaca berulang-ulang dan menonton videonya dengan maksimal.
FEELINGS (PERASAAN)
Ketika mengikuti dan mempelajari modul 3.3, tentunya sangat senang. Saya senang karena saya mendapatkan pengetahuan dan informasi baru tentang bagaimana menyusun program yang berdampak positif pada murid. Salah satu hal yang harus menjadi pertimbangan adalah bahwa program yang disusun harus melibatkan para murid didalamnya, bukan hanya atas kemauan dan keinginan guru semata. Saya juga senang karena saya mendapat informasi yang berharga dari fasilitator dan rekan-rekan CGP dalam menyusun program yang berdampak positif bagi para murid.
FINDINGS (PEMBELAJARAN)
Pembelajaran yang saya dapatkan setelah mempelajari modul ini sebagai berikut.Sebelum menyusun sebuah program sebaiknya kita melihat aset/kekuatan yang dimiliki oleh sekolah.Hal ini penting agar program yang disusun berjalan dengan maksimal dan berdampak bagi murid. Program yang baik adalah program yang melibatkan murid sebagai mitra dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Para Murid diberikan kesempatan untuk berpendapat (suara) dan menentukan pilihannya sehingga mereka akan merasa memiliki dan merasakan manfaat dari program yang akan dikembangkan. Pentingnya menciptakan lingkungan yang positif dalam menumbuhkan student agency. Pentingnya dukungan dari semua pihak/komunitas dalam menumbuhkan kepemimpinan murid. Dukungan kepala sekolah, para guru, tenaga kependidikan dan lingkungan sekitar sangat besar dalam menumbuhkan kepemimpinan para murid. Program digitalisasi pembelajaran sebagai contoh konkret program yang bisa memaksimalkan potensi minat dan bakat yang ada di dalam diri para murid.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan tentang pentingnya kemitraan antara sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini disebut dengan "Tri Sentra Pendidikan". Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan kedudukan, saling percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta didik. Melalui pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka keterlibatan yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses pembelajaran menjadi fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah. Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid 'berada' dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada: a. komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh, dsb) b. komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru) c. komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb) d. komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb) e. komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb) Semua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong 'suara, pilihan, kepemilikan' murid dalam berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.
Dalam merancang sebuah Prakarsa perubahan, kita dapat menggunakan Tahapan BAGJA dengan menambahkan unsur suara, pilihan, dan kepemilikan murid. Belajar hal baru tentunya akan menambah pengetahuan baru pula bagi kita. Dalam proses pembelajaran modul ini, tentunya saya juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru. Pengalaman saya dalam merancang sebuah program yang melibatkan murid dan mengimplementasikannya dengan tahapan BAGJA merupakan hal baru bagi saya. Tentunya pengalaman ini tidak akan saya dapatkan jika saya tidak mengikuti kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Guru Penggerak ini. Dari hal inilah saya akhirnya menyadari bahwa saya ternyata mampu untuk melewati tantangan dalam menyusun sebuah program yang berdampak pada murid.
FUTURE (PENERAPAN KE DEPAN)
Setelah saya mempelajari modul 3.3, tentunya saya ingin menerapkan di sekolah dalam proses perubahan penyusunan program sekolah yang dominan hanya atas keinginan kepala sekolah dan para guru. Dengan demikian program tersebut kurang berdampak bagi para murid ytang menjalankan program tersebut. Oleh karena itu perlu ada perubahan. Perubahan akan terjadi apabila semua pihak memiliki pemahaman yang sama (yayasan, kepala sekolah, para guru, tata usaha) dan bisa berkolaborasi dalam melaksanakan program yang telah dirancang dengan para murid. Harapannya program yang telah disusun dengan para murid dapat menumbuhkan kepemimpinan murid dan mewujudkan karakter profil pelajar pancasila. Selain itu, pengetahuan dan pemahaman yang saya dapatkan dalam modul ini akan saya bagikan kepada rekan-rekan sejawat saya, supaya bisa memiliki pemahaman yang sama bagaimana menyusun program yang berdampak positif pada murid.
Komentar
Posting Komentar