Cinta dalam Hati





     Ada yang ku katakan kepada sosok yang berdiri di tepi pantai. tapi aku tak tau darimana harus memulainya. sebuah percakapan yang akan merusak suasana indah di pinggir pantai. lantas harus bagaimana aku? diam saja tanpa mengutarakan apapun? sepertinya memang harus begitu, membawa cinta ini ke lubuk hati yang paling dalam tanpa sosok itu mengetahuinya.
     "Ungkapkan saja apa yang ingin kau utarakan, jika kau tak ingin menyesal pada akhirnya." suara itu semakin memaksaku untuk mengungkapkan perasaan ini.
     "Tidak, jika aku mengungkapkannya, nanti semuanya akan berubah," jawabku pada suara itu.
     "Jika kamu tak pernah mengungkapkannya, mungkin saja akan ada perubahan" paparnya.
     "Hentikan, biarkan aku yang mengurus perasaanku sendiri" ternyata suara-suara kecil yang memaksaku itu adalah suara hatiku sendiri.
     Kita tak pernah memprediksi siapa yang akan kita cintai, sekalipun itu adalah teman kita sendiri. cinta bukan mengenai siapa yang sudah terlebih dahulu mengenal. Tapi cinta datang karena sudah terbiasa menghabiskan waktu bersama dan menciptakan kenangan yang indah.
     "Kenapa belum masuk? Anak-anak sudah berada di hotel" Tanyaku, pada sosok yang masih menghadap ke arah laut, menanti sebuah sunset yang selalu ia rindukan.
     "Sunset sangat indah, aku gak mungkin melewatinya siska" Jawabnya.
     Dia begitu menyukai sunset, entah apa alasannya. Walaupun aku sudah berteman dengannya saat masih SMP, tapi hingga kuliah aku tak pernah mengetahui alasan dia menyukai sunset itu. Satrio yang aku kenal mempunyai kepribadian yang snagat baik. Dia ramah, suka menolong dan dia sangat setia kawan. Tak heran teman-teman kelasnya sangat menyukainya, begitupun dengan teman kelasnya yang perempuan. Ada beberapa yang menyatakannya ke Satrio, tapi semenjak aku mengenal Satrio, dia tak pernah terlinat kisah cinta dengan siapapun. Satrio menyuruhku untuk menunggu di dalam penginapan duluan. tapi aku tak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku selalu setia menemaninya menunggu detik-detik munculnya sunset, sehingga aku selalu tepat berada di belakangnya, aku hanya bisa melihat punggungnya dan melihat dia tersenyum ceria ketika sunset tiba.
     "Masuk yuk, mataharinya sudah tenggelam dengan indah," Ujarnya.
     "Hayuk," Jawabku dengan langkah membalikan badan.
     "Besok hari terakhir kita kunjungan disini, padahal aku masih betah melihat sunset" paparnya.
     "kamu kan masih bisa melihat sunset dimanapun kamu berada" ujarku.
     Sudah dua hari kita berada di Yogyakarta. Kunjungan kali ini tak seperti tahun kemarin. tahun yang lalu aku belum menyukai Satrio speerti sekarang. Jika bisa memilih, aku memilih untuk menghilangkan perasaan cinta ini, sudah berbagai cara aku coba, tapi tetap saja tak ada perubahan.
     Hari ini adalah hari terakhir berada di hotel, siang nanti aku dan teman-teman harus siap-siap kembali ke Cirebon, anak-anak yang lain sibuk memebreskan barangnya, ada beberapa juga yang membeli oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Tak lupa aku pun ikut memborong beberapa barang untuk kuberikan kepada keluargaku. bus yang kita tumpangi melaju dengan kecepatan yang baik, suara musik pop terdengar dari speaker bus, terlihat wajah teman-temanku yang bahagia karena tak sabar karena ingin cepat pulang ke rumah dan memeluk keluarga tercinta.
     Di persimpangan jalan kita berpisah, jarak rumah kita tak sama. Dia langkahkan kakinya ke tepi jalan, dan aku melihatnaya dari belakang hingga menghilang. Cinta dalam diam memang menyakitkan, namun akan lebih menyakitkan lagi jika orang yang kita sayang berubah sikapnya. Maka dari itu aku masih bertahan dengan cinta dalam diam ini.
     Hari ini aku putuskan untuk belajar kelompok bersama. ada beberapa tugas yang memaksakan aku dan Satrio harus bekerja sama. Sejujurnya jika aku bisa memilih, aku tidak ingin satu kelompok dengannya, karena artinya aku harus melihat keakraban Satrio dengan temanku yang lain, picik memang jika aku berfikir seperti itu, tapi apalah dayaku, yang bisa aku lakukan hanyalah diam, diam dan diam. Sepertinya suasana hati Satrio hari ini sangat tidak baik, ia terlihat lesu dan muram terlukis. Inginku tanyakan sesuatu hal yang mengganggu dia selama ini, langkahku semakin cepat, berusaha mengimbangi jalannya, tapi tiba-tiba Satrio berhenti di persimpangan jalan yang biasa kita lewati, perempuan anggun terlihat berhenti di pinggir jalan, mata Satrio terbelalak, bak melihat hantu di siang nolong, beberapa kali aku tegur dia, tapi dia tak meresponku sama sekali, ku tepuk pundaknya, namun dia tetap terdiam menatap wanita itu.
     "Apa kabar? aku sudah 20 menit menunggumu disini, wanita itu tersenyum dan mengatakan beberapa hal pada Satrio, layaknya teman lama yang bertemu kembali, terlihat dari wajah Satrio masih penuh dengan tanda tanya besar.
     "Kamu pasti teman dekatnya Satrio ya? Aku Windu," ujar wanita itu, sambil mengulurkan tangannya.
     "Iya aku Siska, sepertinya kalian teman yang sangat dekat juga" jawabku, wanita itu hanya tersenyum mendengar ucapanku tadi. tiba-tiba Satrio yang tepat berada di sampingku sedikit memajukan tubuhnya dan langsung memeluk Windu. Pelukannya mengisyaratkan bahwa mereka buka sekedar teman biasa, baru kali ini aku melihat Satrio seperti itu, apa mungkin ini alasan kenapa Satrio enggan membuka hatinya untuk wanita lain, termasuk? melihat kejadian itu hatiku teramat sakit, aku tidak bisa menyalahkan siapapun, karena tidak ada yang tau kalau aku mencintai Satrio
      Sunset sore ini serasa sangat berbeda, semenjak kejadian itu jarang sekali aku melihat Satrio berdiri di tepi pantai menikmati sunset, jadi hari ini aku sendirian melihat matahari masuk ke peraduannya.
      "Dia adalah wanita yang selama ini aku tunggu, dia memang pergi tanpa pamit waktu itu, tapi aku percaya, dia pergi untuk kembali, dia adalah wanita yang membuatku mencintai sunset, katanya ketika sunset tiba, itu pertanda bahwa dia merindukanku, itulah kenapa aku tak pernah bisa mencintai wanita lain, karena semenjak dia membawa pergi hatiku bersamanya perasaan ini tak pernah berubah sedikitpun, sekarang sunsetku telah kembali," terdengar suara Satrio perlahan mendekatiku, mendengar pengakuan dari Satrio, hatiku seperti teriris belati, aku mengerti betapa besar arti Windu untuknya.
     "Kamu pasti bahagia sekarang Windu sudah kembali" tanyaku.
     "Iya aku sangat bahagia, ada beberapa kesalahan yang kubuat ketika dia di sisiku dan kali ini kesalahan itu tidak akan ku ulang kembali," jawabnya dengan wajah menatap sunset.
     Tuhan, sunset dia sudah kembali, sebelum aku menerbitkan matahariku untuknya, hingga kini rasaku belum tersampaikan kepada sosok yang berdiri ditepi pantai, biarkan aku menyimpan matahariku sendiri tanpa harus aku ungkapkan padanya, jika cinta merestui mereka, buatlah pulau indah yang dikelilingi pepohonan dan matahari yang selalu menyinarinya, tapi tuhan kau juga harus menyediakan pulau yang luas untukku, yang membuat orang lain masuk dengan nyaman tanpa menyembunyikan sunset yang sederhana ini, sunsetku sudah pergi di bulan Februari, ku relakan kepergiannya dengan senyum bahagia. 
    

Komentar