Emansipasi wanita membuka kran yang besar bagi wanita untuk bisa
berkarir dan mengaktualisasikan diri ditengah masyarakat. Sayangnya, ditengah
pesatnya emansipasi wanita, angka perceraian meningkat drastis dengan jumlah
gugatan yang dilayangkan kaum wanita yang persentasenya cukup tinggi.
Fenomena diatas
seakan menggambarkan apabila kaum wanita berkarir, maka rumah tangganya terancam
akan hancur.
Padahal, jika
rumah tangga sudah dilandasi iman yang kuat dan penghayatan agama yang baik,
makan akan langgeng dan bertahan, walau perempuan berkarir dan berkarya di
tengah masyarakat.
Dewasa ini angka
perceraian meningkat. Banyak pihak beranggapan itu disebabkan istri merasa
sudah mapan dan merasa bisa hidup tanpa suami. Jadi, ketika ada masalah,
langsung mengajukan gugatan cerai.
Islam tidak
melarang untuk bekerja. Laki laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama
untuk berkarir asal dalam konteks beramal soleh. Namun ada yang harus difahami
oleh kaum wanita.
Pertama, ketika
berkarir, perempuan harus bisa menjadi perempuan yang mawas diri. Kemudian,
sebisa mungkin usahakan cari pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa mengabaikan
hak-hak suami dan keluarga.
Tapi
dikhawatirkan, ketika seorang wanita sukses dalam berkarir, maka dia akan
merasa lebih hebat dari suaminya, mungkin karena gajinya lebih tinggi, status
sosial ditengah masyarakat lebih baik, dan yakin tetap bisa hidup walau berpisah
dengan suami. Jadi, ketika ada masalah wanita tidak segan-segan minta cerai.
Menurut anda ?
Wanita yang
berkarir harus memahami bahwa, sehebat apapun dia ditempat ia bekerja, setinggi
apapun jabatannya, namun ketika masuk rumah ia adalah seorang istri bagi
suaminya dan ia adalah seorang ibu bagi anak-anaknya.
Ketika ia
menyadari bahwa ia adalah seorang istri, makan dia harus menjujung tinggi
suaminya. Dia harus laksanakan tugasnya sebagai seorang istri yang senantiasa
harus melayani suami.
Yang harus
ditekankan betul adalah, diakhirat nanti, seorang istri tidak akan ditanya
tentang karirnya, namun bagaimana ia menjadi seorang istri dan seorang ibu.
Ketika seorang
wanita berkarir, maka akan sering berada diluar rumahnya. Bagaimana sebaiknya
membagi waktu dan menempatkan diri sehingga hubungan dengan suami dan anak
tidak terganggu?
Meski jauh, kita
bisa tetap menjalin hubungan yang berkualitas, saat berada diluar rumah, kita
bisa komunikasi dengan telepon, dengan BBM, dan fasilitas komunikasi lainnya.
Ini sangat penting, misal ketika jam makan siang, telepon suami ingatkan untuk
makan.
Kalau perlu
siapkan bekal dari rumah untuk sang suami. Tujuannya, jangan sampai ketika
perhatian kita kurang, ada perempuan lain yang mengajaknya makan siang dan memberi
perhatian lebih padanya.
Kemudian itu
untuk memberi kepercayaan pada suami bahwa istrinya tetap ingat padanya dan
tidak macam-macam. Kemudian ketika sudah sampai dirumah, ciptakan hubungan yang
hangat dan berkualitas.
Caranya, saat
sudah masuk rumah, hindari mengurus pekerjaan kantor, tapi luangkan waktu
semaksimal mungkin untuk suami dan anak. Misalkan dengan memasakan masakan
kesukaannya, berbagi cerita, beribadah bersama, dan kegiatan positif lainnya.
Kenapa angka
perceraian sangat tinggi? Penyebab utama, sang istri merasa tidak ada tanggung
jawab dari suami masalah nafkah, sebaliknya istri juga tidak memberikan hak
suami. Mentang-mentang sudah menjadi wanita karir jarang memasak, jarang
memperhatikan pakaian suami, dan hak-hak suami lainnya.
Selain itu, ada
ketidak harmonisan karena tidak ada saling diantara pasangan. Misal, tidak ada
saling menhargai, tidak ada saling mengerti, saling mencintai dan sebagainya.
Selain itu,
faktor yang sering menyebabkan perceraian adalah adanya pihak ketiga. Mulai
dari pria idaman lain (PIL) dan wanita idaman lain (WIL). Pihak ketiga juga
bisa datang dari keluarga, mertua, kakak ipar, adik ipar yang terlalu turut
campur dalam urusan keluarga.
Selain itu ada
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tidak hanya dalam bentuk fisik, tapi
psikis. KDRT dalam bentuk psikis ini yang berbahaya, tidak ada bekasnya namun
menyakitkan. Misal sering dimarahi tanpa alasan yang jelas, tidak ada nafkah
tapi tuntuan banyak, dan lain sebagainya.
Penyebab maraknya
perceraian ini adalah pertama, pernikahan tidak berlandaskan agama dan tidak
suburnya agama ditengah keluarga. Kemudian, ada komunikasi yang tersumbat
antara suami dan istri. Ada masalah di pendam-pendam, tidak segera
diselesaiakan, sehingga akhirnya menumpuk dan terjadi ketidakharmonisan.
Untuk
meminimalisirnya yaitu harus ada kesiapan dari calon pengantin menghadapi
perkawinan. Sipa dalam hal tahu tanggung jawab dan hak masing-masing pihak.
Siap menyatukan dua keluarga besar yang pastinya memiliki karakter berbeda-beda
dan siap akan terjadinya perubahan kehidupan.
Jadi, selain siap
fisik, juga harus siap memikul tugas dan tanggungjawab, termasuk soal
finansial. Suami harus faham bahwa memberi nafkah adalah kewajibannya
sepenuhnya, sedangkan pencarian istri adalah haknya sepenuhnya.
Namun, istri juga
harus menyadari, jika ia bekerja jangan abaikan hak suami untuk dilayani lahir
dan bathin. Lalu, jangan bicarakan permasalahan rumah tangga ke orang lain.
Selesaikan berdua denga komunikasi yang baik, jika tidak ada jalan melalui
keluarga dan orang yang disegani. Jangan curhat ke orang lain apalagi berbeda
jenis, ini berbahaya.
Dewasa ini, saat
suami dan istri banyak menghabiskan waktu diluar bersama orang lain, maka besar
peluang untuk bertemu orang dan curhat jika ada masalah.
Oleh karena itu
karir tidak bisa menjadi alasan untuk tidak menghormati suami. Karir tidak bisa
menjadi alsana untuk tidak mengurus suami dan anak.. perhatikan pasangan walau
dia tidak berada disisi kita. Jalin komunikasi intens dan hubungan yang hangat,
berkualitas saat bersama.
Tempatkan
pasangan kita dengan baik ditengah keluarga besar. Kalau ada masalah, cari
solusi berdua, jangan langsung mengadu ke orang tua apalagi kepada kawan yang
berlainan jenis.
Komentar
Posting Komentar