suara itu milik si merah jambu di sekililingku? mungkinkah aku sudah gila? DInding ruang ini bisa bicara!
"Bukan, sungguh ini bukan halusinasi, ini nyata, aku berbicara. Tidak usah takut. Aku hanya ingin berbagi cerita." DInding itu berbicara lagi, oh, apa dia dengar suara hatiku? Aku akan pura-pura tak mendengarnya, ini jelas tidak nyata. Argh, aku benar-benar tak bisa tidur, dia masih saja bersuara.
"Baiklah, anggap saja malam ini malam perkenalan kita, aku tidak akan banyak bicara, karena kau terlihat letih, tidurlah." ucapnya lirih. Lalu tak ada lagi suara.
Mentari yang cerah menyejukan hariku. Ah, semalam aku benar-benar mimpi buruk, malam pertama di kamar baruku tak cukup indah, jika saja mimpi itu nyata, itu pasti sangat mengerikan.
Malam datang lagi, aku menyempatkan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahku sebelum tidur. Pukul 22.57 aku menyudahi aktivitas belajarku, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Aku memasuki kamar mungilku, menutup pintu dan mengganjlnya dengan kain perca, agar bisa tertutup rapat. Ah, lega sekali rasanya.
"Bisakah aku mulai ceritanya ?" Apa! Apa aku bermimpi sebelum tidur? ini nyata, apa yang kemarin juga? oh, gusti, apa kamar ini berhantu???
"Jangan takut, aku bukan hantu, aku hanya tembok biasa." Mana mungkin ada tembok biasa bisa bicara.
"Baiklah apa yang ingin kau ceritakan padaku ?" Apa aku gila? Aku berbicara dengan tembok.
"Kau pasti tahu bahwa dulu kamar ini kamar pembantu. Ya, aku akan bercerita tentang mereka, aku akan mendongeng, mengantarmu ke alam mimpi," Begitu katanya, tapi bagiku ini sudah mimpi, mimpi saat terjaga.
"Ceritalah." aku berkata sambil memejamkan mata.
Dinding merah jambu itu memulai ceritanya, tentang asisten rumah tangga keluargaku. ceritanya dimulai dengan kisah cinta Ima dan Khalid. Ya, aku ingat Ima, saat dia bekerja disini aku masih duduk di bangku SD, sedangkan Khalid adalah laki-laki yang di dambanya, cerita dua sejoli ini terus mengalir dari sisi dinding yang tak kulihat mulutnya, hingga aku terlelap.
Aku mulail terbiasa dengan cerita-cerita sang dinding merah jambu. Tentang Ayul yang merindukan Mustajiron, anaknya. tentang Darsini yang tinggal suaminya ke Malaysia untuk jadi TKI karena penghasilan di bumi sendiri kurang mencukupi, dan masih banyak kisah-kisah yang mengalir setiap malamnya. Bahkan kini si Pintu kayu dan langit-langit kamarku ikut bercerita.
"Kami sudah banyak bercerita padamu, apa kau tak mau berbagi cerita kepada kami ? Jika ada yang tak bia kau sampaikan pada seseorang, sampaikanlah pada kami." sang dinding berbicara mewakili kerabatnya.
"Aku ingin bercerita tentang laki-laki yang ku cinta. AKu ingin dia tau, tapi tidak mungkin, sudahlah mari aku ceritakan," Kini giliranku yang bercerita, tentang cinta, juga rinduku pada laki-laki yang kutunggu.
"Percayalah, dia akan tau, dia akan mendengarnya dari kami, dia akan disini." ucap si pintu menghiburku, aku hanya tersenyum, aku tau itu tidak mungkin.
Bertahun-tahun telah berlalu, kini aku telah menikah, dengan laki-laki yang kumaksud dulu. AKu tak lagi tinggal dirumah ibuku, meninggalkan kamar bekas kamar pembantu.
Suatu hari aku dan suamiku menginap dirumah orang tuaku, kami tidur di kamar utama yang cukup lebar.
Aku terjaga dari tidurku saat aku tau suamiku tak ada disampingku, kemana dia? aku mencarinya keluar belakang, Ah, itu dia, baru saja keluar dari kamarku yang dulu, tiba-tiba dia memelukku, mencium keningku, aku heran.
"Terima kasih untuk cinta dan rindu yang kau pendam untukku. Maaf membuatmu menunggu. Maaf menyiksamu terlalu lama." Aku merasakan air mata mengalir di pipinya, juga dari mataku.
Ah, terima kasih dinding merah jambu, pintu kayu dan langit kamarku. Kini aku percaya seakan mereka membalas senyumku.
"Bukan, sungguh ini bukan halusinasi, ini nyata, aku berbicara. Tidak usah takut. Aku hanya ingin berbagi cerita." DInding itu berbicara lagi, oh, apa dia dengar suara hatiku? Aku akan pura-pura tak mendengarnya, ini jelas tidak nyata. Argh, aku benar-benar tak bisa tidur, dia masih saja bersuara.
"Baiklah, anggap saja malam ini malam perkenalan kita, aku tidak akan banyak bicara, karena kau terlihat letih, tidurlah." ucapnya lirih. Lalu tak ada lagi suara.
Mentari yang cerah menyejukan hariku. Ah, semalam aku benar-benar mimpi buruk, malam pertama di kamar baruku tak cukup indah, jika saja mimpi itu nyata, itu pasti sangat mengerikan.
Malam datang lagi, aku menyempatkan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahku sebelum tidur. Pukul 22.57 aku menyudahi aktivitas belajarku, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur. Aku memasuki kamar mungilku, menutup pintu dan mengganjlnya dengan kain perca, agar bisa tertutup rapat. Ah, lega sekali rasanya.
"Bisakah aku mulai ceritanya ?" Apa! Apa aku bermimpi sebelum tidur? ini nyata, apa yang kemarin juga? oh, gusti, apa kamar ini berhantu???
"Jangan takut, aku bukan hantu, aku hanya tembok biasa." Mana mungkin ada tembok biasa bisa bicara.
"Baiklah apa yang ingin kau ceritakan padaku ?" Apa aku gila? Aku berbicara dengan tembok.
"Kau pasti tahu bahwa dulu kamar ini kamar pembantu. Ya, aku akan bercerita tentang mereka, aku akan mendongeng, mengantarmu ke alam mimpi," Begitu katanya, tapi bagiku ini sudah mimpi, mimpi saat terjaga.
"Ceritalah." aku berkata sambil memejamkan mata.
Dinding merah jambu itu memulai ceritanya, tentang asisten rumah tangga keluargaku. ceritanya dimulai dengan kisah cinta Ima dan Khalid. Ya, aku ingat Ima, saat dia bekerja disini aku masih duduk di bangku SD, sedangkan Khalid adalah laki-laki yang di dambanya, cerita dua sejoli ini terus mengalir dari sisi dinding yang tak kulihat mulutnya, hingga aku terlelap.
Aku mulail terbiasa dengan cerita-cerita sang dinding merah jambu. Tentang Ayul yang merindukan Mustajiron, anaknya. tentang Darsini yang tinggal suaminya ke Malaysia untuk jadi TKI karena penghasilan di bumi sendiri kurang mencukupi, dan masih banyak kisah-kisah yang mengalir setiap malamnya. Bahkan kini si Pintu kayu dan langit-langit kamarku ikut bercerita.
"Kami sudah banyak bercerita padamu, apa kau tak mau berbagi cerita kepada kami ? Jika ada yang tak bia kau sampaikan pada seseorang, sampaikanlah pada kami." sang dinding berbicara mewakili kerabatnya.
"Aku ingin bercerita tentang laki-laki yang ku cinta. AKu ingin dia tau, tapi tidak mungkin, sudahlah mari aku ceritakan," Kini giliranku yang bercerita, tentang cinta, juga rinduku pada laki-laki yang kutunggu.
"Percayalah, dia akan tau, dia akan mendengarnya dari kami, dia akan disini." ucap si pintu menghiburku, aku hanya tersenyum, aku tau itu tidak mungkin.
Bertahun-tahun telah berlalu, kini aku telah menikah, dengan laki-laki yang kumaksud dulu. AKu tak lagi tinggal dirumah ibuku, meninggalkan kamar bekas kamar pembantu.
Suatu hari aku dan suamiku menginap dirumah orang tuaku, kami tidur di kamar utama yang cukup lebar.
Aku terjaga dari tidurku saat aku tau suamiku tak ada disampingku, kemana dia? aku mencarinya keluar belakang, Ah, itu dia, baru saja keluar dari kamarku yang dulu, tiba-tiba dia memelukku, mencium keningku, aku heran.
"Terima kasih untuk cinta dan rindu yang kau pendam untukku. Maaf membuatmu menunggu. Maaf menyiksamu terlalu lama." Aku merasakan air mata mengalir di pipinya, juga dari mataku.
Ah, terima kasih dinding merah jambu, pintu kayu dan langit kamarku. Kini aku percaya seakan mereka membalas senyumku.
Komentar
Posting Komentar