Ketakutan yang Biasanya dialami oleh pendaki wanita


Bagi sebagian wanita, mendaki gunung terlihat seperti sebuah kegiatan outdoor yang sangat menakutkan.
Harus berhari-hari berada di gunung, tidak mandi, terpapar sinar matahari, tidur di tempat ala kadarnya, atau diterpa badai. Tapi, ternyata di luar itu banyak pendaki kartini yang faktanya tangguh dan berani dalam mendaki, bahkan sampai di pelosok negeri.
Pendakian pertamaku pun sempat dihinggapi rasa takut dan khawatir.
Meskipun aku sangat bersemangat, namun dalam hati aku merasa ragu. Apakah aku bisa mendaki gunung yang amat tinggi itu? Belum lagi jalan yang menanjak, harus siap terpapar panas maupun hujan sewaktu-waktu. Aku takut apa nanti bisa mendaki dengan lancar atau justru akan merepotkan teman yang lain.
Tapi, ketakutan itulah yang justru membuat aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti bisa.
Aku berkaca pada teman-teman wanita pendaki yang juga bisa melakukan pendakian ke puncak-puncak tertinggi. Dengan itu juga aku membekali diri di setiap pendakianku, bahwa selagi kita mau dan niat, pasti kita bisa. Dan yang terpenting selalu siapkan diri baik secara fisik maupun mental.
Ketakutan dipendakian pertama memang kerap menyambangi kaum wanita, terutama bagi mereka yang sama sekali belum familiar dengan kegiatan outdor yang cukup ekstrim.
1. ‘Kuat atau tidak ya?’
Sering kali beberapa teman wanita ingin bergabung dalam pendakian. Satu pertanyaan yang pasti muncul adalah, “Tapi nanti aku kuat nggak ya jalan sampai puncak?”
Sebenarnya pertanyaan ini hanya bisa dijawab oleh diri kita sendiri, karena kitalah yang paham kondisi badan kita. Apa kita memiliki sakit berat, atau memiliki alergi udara dingin, dan semacamnya.
Pada dasarnya, jika kita para kaum wanita punya niat, tujuan, dan persiapan yang matang tentulah puncak bisa diusahakan.
Yang terpenting tahu batasan diri, dan tidak memaksakan batasan itu. Ingat, bahwa tujuan akhir dari mendaki bukanlah puncak, tapi rumah. Kiranya jika para wanita punya kondisi khusus, jangan segan menceritakan pada teman pendakian agar bisa dicarikan solusi bersama, dan para wanita pun tetap bisa mendaki dengan nyaman.
2. ‘Bagaimana kalau mau mandi dan buang air?’
Pertanyaan kedua, “Nanti di gunung gimana mandi dan buang airnya?”
Wanita memang dikenal lebih ribet dibanding laki-laki. Sebelum wanita mendaki, terutama bagi para pemula, mereka pasti akan meributkan soal mandi dan buang air. Dulu pun di pendakianku yang pertama aku memikirkan hal itu.
Tapi, di gunung kita tak perlu merisaukan hal itu. Kita tak perlu mandi di gunung, kita bisa mandi di basecamp, sebelum atau sepulang dari mendaki. Jika di gunung ingin buang air, kita bisa mencari tempat yang sepi dan diperbolehkan untuk buang air.
Sebisa mungkin cari saja tempat yang jarang dilalui pendaki, dan jangan lupa minta tolong teman wanita lainnya untuk menjaga sekaligus menunggu barang kali ada orang lain yang lewat.
Jadi, bukan jadi persoalan yang harus ditakutkan sebenarnya.
3. Haruskah tidur satu tenda dengan teman lawan jenis?
Wajar saja jika hal ini membuat kaum hawa khawatir, ketika mereka mendaki bersama teman laki-laki dan membayangkan harus tidur bersama satu dome.
Padahal, hal ini tidak mutlak terjadi. Para wanita bisa mendirikan dome sendiri dan tidur terpisah dari teman laki-laki. Hal semacam ini tentu juga akan dipertimbangkan teman pendakian lawan jenis.
Mereka biasanya membawa 2 tenda atau lebih sesuai kebutuhan agar dapat tidur terpisah antara wanita dan laki-laki.
Kita juga bisa berpesan sebelumnya kepada rekan mendaki kita agar sebisa mungkin tidur terpisah antara wanita dan laki-laki. Jadi akan tetap aman dan nyaman.
4. Saya tidak pernah mendaki dan tidak tahu jalurnya
Begitulah pernyataan seorang teman wanita yang cukup tertarik ikut mendaki setelah melihat foto-fotoku.
Sebelum menjadi pendaki yang menjelajah kemana-mana, tentu mereka dulu juga pemula yang belum pernah mendaki. Lantas kenapa harus takut?
Tentang jalur pendakian tentu bukanlah masalah, yang terpenting ajak orang yang sekiranya sudah paham dan pernah mendaki ke gunung yang akan dituju. Jadi para wanita, tak perlu mencemaskan hal semacam ini lagi.
Kemasi ransel dan pergilah mendaki.
5. ‘Kalau ketemu binatang buas gimana?’
“Kalau nanti ketemu ular, singa, atau harimau gimana?”, ucap seorang teman yang sebetulnya sangat antusias untuk ikut mendaki.
Gunung memang tergolong kawasan liar yang tentu di dalamnya terdapat banyak sekali binatang liar. Kita hanya perlu berhati-hati dan waspada. Sejauh ini, jarang sekali terdengar berita adanya binatang liar yang menyerang pendaki. Tapi bukan berarti tidak ada.
Pastikan memilih jalur yang benar dan tidak membuat jalur sendiri, kemudian pilihlah kawasan tinggal sementara atau camping yang aman dan jauh dari semak-semak.
Jika perlu bawa beberapa peralatan senjata untuk perlindungan diri, misalnya pisau atau golok.
6. Nanti kulitku hitam dan rusak
Tenang, wanita tetap akan terlihat cantik setelah mendaki. Bahkan akan terlihat lebih mempesona menurutku. Para pendaki kaum hawa hanya perlu tahu bagaimana melindungi kulit agar tidak terlalu hitam dan rusak.
Usahakan untuk memakai pakaian yang tertutup, misalnya celana panjang, kaos lengan panjang, jaket, sarung tangan, kaos kaki, sepatu, penutup kepala, dan jika perlu masker penutup muka.
Ya, namanya juga wanita, kecantikan tetap jadi yang utama pastinya.
Gunakan juga produk krim yang mengandung sunscreen atau sunblock. Ini akan membantu kulit kita agar tidak terbakar ketika mendaki di siang hari. Gunakan juga lotion di bagian tubuh lain agar lebih aman dari sengatan matahari. Tapi ingat, jangan menggunakan make up berlebih, karena hal ini akan membuat kulit iritasi.
***
Ketakutan memang wajar bagi para pemula. Yang terpenting adalah niat dan pikiran positif. Mendaki bukanlah hal yang mustahil dilakukan oleh para wanita.

Komentar